Hukum Kelas Sandal Jepit
Sandal jepit, biarpun sekarang sudah banyak yang terhitung mahal, namun secara umum masih dianggap sandal yang murahan. Biasa dipakai untuk sehari-hari, atau ke kamar mandi. Tentu untuk pertemuan resmi tidak pantas memakai sandal jepit. Sudah peraturan umum.
Sandal jepit juga bisa untuk menggambarkan kelas rendahan. Kelas rakyat. Bukan kelasnya konglomerat. Walaupun kemungkinan dalam keseharian, konglomerat pun memakai sandal jepit.
Lalu bagaimana dengan hukum kelas sandal jepit?
Sebenarnya memang tidak ada istilah hukum kelas sandal jepit. Dimanapun teori pengantar ilmu hukum, saya lebih meyakini tidak ada sebutan itu. Karena hukum kelas sandal jepit hanya ada di negeri angan-angan nun jauh di sana. Tidak jelas tempatnya.
Ingin tahu bagaimana hukum kelas sandal jepit?
Kaidah-kaidah dalam hukum kelas sandal jepit ini ternyata memang semuanya mengarah pada kata “sandal jepit”, antara lain:
1. Kepastian hukum kelas sandal jepit hanya berlaku untuk kasus-kasus dengan kategori kelas sandal jepit juga.
2. Pertimbangan hukum kelas sandal jepit ini tidak menggunakan nurani dan mengindahkan rasa keadilan di masyarakat.
3. Hukum kelas sandal jepit akan bersifat kaku dan rigid serta tegas diberlakukan pada pelaku-pelaku kelas sandal jepit. Misalnya: pencurian beberapa biji kakao, pencurian semangka, juga pencurian sandal jepit itu sendiri.
4. Hukum kelas sandal jepit akan bersifat lentur, luwes, dengan penuh perasaan, lemah lembut, kalau tidak boleh dikatakan menjilat, manakala diberlakukan pada kasus-kasus kelas konglomerat. Batuk-batuk sedikit, bisa dipertimbangkan proses hukumnya.
Itu sesuai dengan bahannya dari karet.
5. Hukum kelas sandal jepit ini mempunyai satu ciri khas, bisa dinego. Karena itu pernah ada pameo, lapor untuk pengusutan kehilangan satu sapi, bisa-bisa malah kehilangan dua sapi. Benar-benar hukum yang ajaib.
Terkait dengan kasus AAL yang mencuri sandal jepit, kemudian terancam hukuman pidana 5 tahun penjara. Dianggap tanpa pertimbangan, mungkin kasus itu serta merta di-BAP-kan. Tentu itu bukan contoh hukum kelas sandal jepit. Karena mungkin ditujukan untuk memberi pelajaran pada pencuri-pencuri yang lain. Memberi peringatan akan ketegasan hukum pada pencuri-pencuri yang lebih besar, seperti korupsi atau maling uang rakyat. Betapa hebatnya hukum diberlakukan. Bahkan untuk pencurian sandal jepit pun bisa tegas tanpa kesewenang-wenangan dan arogansi, apalagi pada kasus maling-maling pencurian yang lebih besar seperti korupsi, tentu bisa lebih tegas lagi.
Kalau tidak mau dianggap hukumnya masih kelas sandal jepit.
Terima kasih.
Salam sandal jepit.
#artikel ini saya publish juga di kompasiana
Negara kita memang negara hukum, tetapi hukum dinegara ini merupakan Hukum pilih kasih atau hukum tebang pilih….
Mana aspek keadilannya, ketika seorang koruptor dpenjara hnya 1 thun sedangkan seorang pencuri ayam dpnjara lbih dri 1 thun…
Memang bnar apa yg tlah di ungkapkan oleh Karl Marx, bhwasanya negara mrupakan suatu institusi yang tidk mmiliki keadilan atau institusi yng lbih brpihak ke kelas yang mnguasai ngara itu, yg dlam hal ini adl klas pmlik modal.
Smoga msih ada sttik keadilan dnegeri ini…
Slam kenal dri saya – http://arifnovianto.wordpress.com
Trimakasih.
Salam kenal juga, Mas Arifnovianto.
Semoga hukum, nurani, dan keadilan bisa berjalan beriringan.
Terima kasih atas hadirnya.
Salam.
permisi mas Arief..jadi teringat pesen simbahku : “jika kamu kebetulan hidup di indonesia sbg wong cilik, jangan deket2 hukum dan Rumah sakit, semua itu untuk fasilitas orang kaya le..!”